Senin, 19 Maret 2012 0 komentar

Qadha dan Qadar



Ulama berbeda pendapat tentang mendefinisikan Qadha dan Qadar, bagi Asy'ariyah[1] Qadha adalah ketetapan Allah sejak zaman Azali sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang berkenan dengan makhluknya, sedangkan bagi Maturidiyah[2] Qadha adalah terjadinya penciptaan sesuai timbangan perkara yang telah ditentukan sebelumnya dengan hukum dan keyakina, Jika Qadar bagi Asy'ariyah adalah kebalikan dari Qoda dan menyerupai bagi Qadha di Maturidiyah, yaitu terjadinya penciptaan sesuai timbangan perkara yang telah ditentukan sebelumnya atau kehendak Allah, sedangkan bagi Maturidiyah, ketetapan Allah untuk setiap mahluk apakah dia baik, buruk, bermanfaat atau berbahaya.

Tujuan dari Iman dengan Qadha dan Qadar adalah ridha atau tulus hati menerima apa yang telah ditetapkan dan ditakdirkan oleh Allah terhadap kita, tetapi kita tidak boleh ridho terhadap ke kufuran dan maksiat karena ridho yang seperti itu juga maksiat. Menurut Saad[3] kufur dan maksiat adalah sesuatu yang telah ditentukan dan ditakdirkan bukan Qodha dan Qadar, sedangkan yang harus kita rido’i adalah Qadha dan Qadar, perkataan saad ini sangat sulit dimengerti dan bertentangan sekali dengan paham Salafy[4], Salaf bepandangan bahwa jika Qadar itu sama dengan sesuatu yang telah ditakdirkan, lalu perkataan Saad ini dijelaskan oleh Al Khayali di dalam bukunya, kufur dan maksiat punya dua sisi yang berbeda, satu sisi itu adalah ketentuan dan ketetapan yang di buat oleh Allah di zaman Azali, sedangkan satu sisi lagi kufur dan maksiat itu adalah perbuatan manusia, dan menurut Al Khayali yang kita wajib ridho’i adalah yang pertama bukan kedua.
Kita sebagai muslim harus beriman kepada Qadha dan Qadar tetapi kita tidak boleh beralasan dengan ini untuk sesuatu sedangkan ini belum terjadi, seperti sesorang beralasan bahwa Allah telah menetapkan aku untuk berbuat zina, sedangkan sebenarnya dirinya sendiri yang menginginkan zina, dan begitu juga beralasan untuk lepas dari hukuman, ini adalah yang dimaksud Al Khayali dengan sisi kedua, akan tetapi jika kita beralasan hanya untuk melindungi diri dari celaan orang, maka hal ini boleh.

عن  ابي هريرة رضي الله عنه قال قال رسول الله صلي الله عليه و سلّم أحتجّ آدم و موسي فقال موسي بآدم انت أبونا خبيتناو أخرجنا من الجنّة فقال له آدم أنت موسي اصطفاك الله بكلامهوخط لك بيده أتلوموني علي أمر قدرالله عليّ قبل أن يخلقني أربعين سنة فقال النبي صلي الله عليه وسلّم فحجّ آدم موسي فحجّ آدم موسي (رواه مسلم)

Artinya : Abu urairoh pernah berkata, bahwa Rasulullah bersabda, Adam berdalih kepada Musa, Nabi Musa berkata kepada Adam, engkau adalah bapak kami, engkau telah mengecewakan kami dan mengeluarkan kami dari surga, lalu Nabi Adam berkata kepada Musa, wahai Musa engkau adalah orang yang telah dimuliakan oleh Allah dengan kalamnya dan ditulisnya untukmu dengan tangannya, kenapa engkau menghinaku sedangkan hal ini telah ditetapkan sebelum aku sekitar 40 tahun sebelum aku diciptakan (H.R.Muslim no 2652).[5]

Dalam salah satu riwayat dikemukakan bukan 40 tahun tetapi 40.000 tahun dan itu sangat dekat dengan hadits Muslim yang lain, yang menceritakan tentang penentuan takdir setiap mahluk.

عبد الله بن عمرو قال رسول الله صلي الله عليه و سلّم عن 

(كتب الله مقادير الخلائق قبل أن يخلق السماوات والأرض بخمسين ألف سنة ، وكان عرشه على الماء)
Artinya: Abdullah bin Amru pernah berkata, Rasulullah pernah bersabda Allah telah  menentukan takdir setiap mahluk lima ratus tahun sebelum Ia menciptakan langit dan bumi dan Arsy Allah itu ada di air (H.R. Muslim)

قال تعالي:
وَهُوَ الَّذِي خَلَق السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاء لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً

Artinya : Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari - dan Arsy-Nya berada di atas air.

Menurut sebagian ulama Qadha dalam bahasa itu memiliki tujuh arti dan yang paleing terkenal adalah hokum

قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم- : (لا يُؤْمِنُ عَبْدٌ حتَّى يُؤْمِنُ بأَرْبَعَة ، باللهِ وحْدَه لا شَرِيكَ لَه ، وأنَّ الله بَعَثَنِي بالحَقِّ ، وبالبَعْثِ بعد المَوْتِ ، وبالقَدَرِ خَيْرِهِ وشَرِّه)

Artinya: Rasulullah bersabda, seorang mu’min tidak dianggap beriman kecuali dia telah beriman dengan empat perkara: 1) Bahwa Allah itu ESA dan tidak ada yang bersekutu dengannya, 2) dan Allah telah mengirimku dengan kebenaran,3) dan percaya dengan kebangkitan setelah meninggal, 4) dan percaya dengan Qadar baik dan juga buruknya (H.R. Muslim 7)



[1] Asy`ariyah adalah sebuah paham akidah yang dinisbatkan kepada Abul Hasan Al-Asy`ariy

[2] Maturidi yahadalah sebuah paham akidah yang dinisbatkan kepada Abu Mansur Al Maturidi.



[3] Nama Aslinya adalah Mas’ud bin Umar bin Abdullah At Taftazani Sa’aduddin, lahir 712 H dan wafat 792 H dia  adalah ulama Arab dalam bidang bahasa dan mantic/logika.
[4] Adalah satu aliran dalam agama Islam yang mengajarkan syariat Islam secara murni tanpa adanya tambahan dan pengurangan, berdasarkan syariat yang ada pada generasi Muhammad dan para sahabat, setelah mereka dan orang-orang setelahnya.
[5]  Dalam satu riwayat 40.000 tahun
Minggu, 18 Maret 2012 0 komentar

Air ini hanya khusus untuk insinyur



Ini sebuah kisah nyata inspiratif, memiliki cara berpikir positif atas segala hal sehingga menghasilkan "buah" yang manis di kemudian hari.
Di sebuah perusahaan pertambangan minyak di Arab Saudi, di akhir tahun40-an....
Seorang pegawai rendahan, remaja lokal asli Saudi, kehausan dan bergegas mencari air untuk menyiram tenggorokannya kering. Ia begitu gembira ketika melihat air dingin yang tampak didepannya dan bersegera mengisi air dingin ke dalam gelas.
Belum sempat ia minum, tangannya terhenti oleh sebuah hardikan: "Hei, kamu tidak boleh minum air ini. Kamu cuma pekerja rendahan. Air ini hanya khusus untuk insinyur" Suara itu berasal dari mulut seorang insinyur Amerika yang bekerja di perusahaan tersebut.
Remaja itu akhirnya hanya terdiam menahan haus. Ia tahu ia hanya anak miskin lulusan sekolah dasar. Kalaupun ada pendidikan yang dibanggakan, ia lulusan lembaga Tahfidz Quran, tapi keahlian itu tidak ada harganya di perusahaan minyak yang saat itu masih dikendalikan oleh manajeman Amerika.
Hardikan itu selalu terngiang di kepalanya. Ia lalu bertanya-tanya: Kenapa ini terjadi padaku? Kenapa segelas air saja dilarang untuk ku? Apakah karena aku pekerja rendahan,sedangkan mereka insinyur ? Apakah kalau aku jadi insinyur aku bisa minum? Apakah aku bisa jadi insinyur seperti mereka?
Pertanyaan ini selalu tengiang-ngiang dalam dirinya. Kejadian ini akhirnya menjadi momentum baginya untuk membangkitkan "SIKAP POSITIF" . Muncul komitmen dalam dirinya. Remaja miskin itu lalu bekerja keras siang hari dan melanjutkan sekolah malam hari. Hampir setiap hari ia kurang tidur untuk mengejar ketertinggalannya.
Tidak jarang olok-olok dari teman pun diterimanya. Buah kerja kerasnya menggapai hasil. Ia akhirnya bisa lulus SMA. Kerja kerasnya membuat perusahaan memberi kesempatan padanya untuk mendalami ilmu. Ia dikirim ke Amerika mengambil kuliah S1 bidang teknik dan master bidang geologi. Pemuda ini lulus dengan hasil memuaskan. Selanjutnya ia pulang kenegerinya dan bekerja sebagai insinyur.
Kini ia sudah menaklukkan ”rasa sakit”nya, kembali sebagai insinyur dan bisa minum air yang dulu dilarang baginya. Apakah sampai di situ saja. Tidak, karirnya melesat terus. Ia sudah terlatih bekerja keras dan mengejar ketinggalan, dalam pekerjaan pun karirnya menyusul yang lain. Karirnya melonjak dari kepala bagian, kepala cabang, manajer umum sampai akhirnya ia menjabat sebagai wakil direktur, sebuah jabatan tertinggi yang bisa dicapai oleh orang lokal saat itu.
Ada kejadian menarik ketika ia menjabat wakil direktur. Insinyur Amerika yang dulu pernah mengusirnya, kini justru jadi bawahannya. Suatu hari insinyur tersebut datang menghadap karena ingin minta izin libur dan berkata; "Aku ingin mengajukan izin liburan. Aku berharap Anda tidak mengaitkan kejadian air di masa lalu dengan pekerjaan resmi ini. Aku berharap Anda tidak membalas dendam, atas kekasaran dan keburukan perilakuku di masa lalu"
Apa jawab sang wakil direktur mantan pekerja rendahan ini: "Aku ingin berterimakasih padamu dari lubuk hatiku paling dalam karena kau melarang aku minum saat itu. Ya dulu aku benci padamu. Tapi, setelah izin Allah, kamu lah sebab kesuksesanku hingga aku meraih sukses ini."
Kini sikap positfnya sudah membuahkan hasil, lalu apakah ceritanya sampai di sini?
Tidak. Akhirnya mantan pegawai rendahan ini menempati jabatan tertinggi di perusahaan tersebut. Ia menjadi Presiden Direktur pertama yang berasal dari bangsa Arab.
Tahukan kamu apa perusahaan yang dipimpinnya? Perusahaan itu adalah Aramco (Arabian American Oil Company)perusahaan minyak terbesar di dunia. Ditangannya perusahaan ini semakin membesar dan kepemilikan Arab Saudi semakin dominan. Kini perusahaaan ini menghasilakn 3.4 juta barrels (540,000,000 m3) dan mengendalikan lebih dari 100 ladang migas di Saudi Arabia dengan total cadangan 264 miliar barrels (4.20×1010 m3) minyak dan 253 triliun cadangan gas.
Atas prestasinya Ia ditunjuk Raja Arab Saudi untuk menjabat sebagai Menteri Perminyakan dan Mineral yang mempunyai pengaruh sangat besar terhadap dunia.

Ini adalah kisah Ali bin Ibrahim Al-Naimi yang sejak tahun 1995 sampai saat ini (2011) menjabat Menteri Perminyakan dan Mineral Arab Saudi.
Terbayangkah, hanya dengan mengembangkan hinaan menjadi hal yang positif, isu air segelas di masa lalu membentuknya menjadi salah seorang penguasa minyak yang paling berpengaruh di seluruh dunia.

sumber: apa kabar dunia.com

Minggu, 05 Februari 2012 0 komentar

Ru’yah (melihat) Allah dalam Pandangan Ulama




Dalam pandangan Ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah(Sunni) bahwa melihat Allah di dunia dan akhirat hukumnya adalah jaiz(boleh), dan dalam segi akal itu mungkin, karena Allah SWT benar-benar ada, dan setiap yang ada bisa dilihat, dan Allah SWT bisa dilihat jika ia menginginkan itu, tetapi itu belum pernah terjadi di dunia kecuali hanya Nabi Muhamad SAW saja lah yang melihatnya.
Dan hukumnya wajib di Akhirat sama seperti yang dijelaskan oleh Al-Quran:
وُجُوهٌ۬ يَوۡمَئذٍ۬ نَّاضِرَةٌ (٢٢) إِلَىٰ رَبِّها نَاظِرَةٌ۬ (٢٣)
Artinya: Wajah-wajah [orang-orang mu’min] pada hari itu berseri-seri. (22) Kepada Tuhannyalah mereka melihat. (23)
Menurut Jubai kata melihat (النظر) dalam ayat di atas maksudnya adalah menunggu dan memaknai (إلي) adalah nikmat, jadi menurut Jubai maksud dari ayat di atas adalah menunggu nikmat dari Allah
لِّلَّذِينَ أَحسَنُواْ الحُسنيٰ وَزِيَادَةٌ۬‌ۖ
Artinya:  Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik [surga] dan tambahannya.
Menurut Para Mufassir bahwa (الحسني) maksudnya adalah surge dan (الزيادة) artinya adalah melihat wajah Allah, dan sama seperti yang di jelaskan di ayat lain
عَلَى ٱلأَرَآئكِ يَنظُرُونَ (٢٣(
Artinya: mereka [duduk] di atas dipan-dipan sambil memandang.
Begitu juga  banyak hadis yang menjelaskan seperti yang tertulis di shahih bukhori
(إنّكم سترون ربكم كما ترون القمر ليلة البدر)
Artinya:  Sesungguhnya kalian akan melihat tuhan kalian sama seperti kalian melihat bulan pada malam purnama.
Perumpamaan yang dipakai Rasulullah SAW itu, menujukkan agar tidak adanya keraguan dan rahasia bahwa sesungguhnya Allah itu benar-  benar ada, dan juga untuk menghilangkan tuduhan bahwa Allah tidak ada. Dan Mu’tazilah menafsirkan hadis ini: mereka (penghuni surga) akan melihat rahmat Allah SWT, akan tetapi Ijma mengatakan bahwa semua sahabat RA meyakini, bahwa para penghuni surga akan melihat Allah SWT di surga nanti.
Menurut Imam Malik RA : “kenapa para musuh Allah SWT dihijab, hingga mereka sama sekali tidak akan bisa melihat Allah SWT, sedangkan para waliyullah diberi keterangan hingga bisa melihat Allah, kalau saja para mukmin saja tidak bisa melihat Allah pada hari kiamat, kenapa para kafir dihina karena terhijab( tidak bisa melihat Allah)?”. Menurut Imam Malik RA jika para mukmin tidak bisa melihat Allah pada hari akhir, kenapa para kafir itu dicela karena tidak bisa melihat Allah, padahal mukmin dan kafir sama-sama tidak bisa melihat Allah?
كَلَّآ إِنَّهمۡ عَن رَّبِّهمۡ يَومئذ۬ لَّمَحجُوبُونَ (١٥(
Artinya: sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari [melihat] Tuhan mereka. (15)
Ru’yah dalam pandangan para ulama di klasifikasikan menjadi tiga, yang pertama bahwa ru’yah itu hanya memandang biasa saja, yang kedua adalah melihat seluruh wajahnya secara jelas,sama seperti dalam ayat Al Qiyamah : 22-23, yang ketiga  adalah melihat seluruh tubuhnya, sama seperti yang dikatakan oleh Abi Yazid Al Basthomi
Ahli Sunnah Wal Jama’ah atau para ulama yang berpendapat pertama, sesungguhnya orang beriman melihat Allah SWT dengan tidak terperinci, atau tidak sama seperti kita melihat diantara kita, atau tidak bisa kita melihat wajahnya atau menyerupainya dengan yang lain
Seorang mukmin ketika melihat Allah SWT tidak akan bisa menggambarkan Allah, dan ini adalah jawaban Sunni terhadap Mu’tazilah, karena mereka beranggapan bahwa melihat Allah SWT adalah hal yang mustahil, dan mereka berdalil dengan surat Al-An’am ayat 103.
 لَّا تُدۡرِكه الأَبصَـٰرُ وَهُوَ يُدۡرِكُ الأَبصَـٰرَُ‌ۖ وَهُوَ ٱللَّطِيفُ ٱلخَبِيرُ (١٠٣)
Artinya: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (103)
Dan mereka berdalih bahwa ini adalah dalil dari Al- Quran bahwa Allah SWT tidak bisa dilihat dengan mata manusia,dan makna asli dari ayat itu adalah bahwa Dia tidak dapat diketahui oleh penglihatan mata.
Kemudian Sunni menjawab lagi, kami juga tidak setuju jika yang dimaksud dalam ayat itu adalah hanya melihat biasa, tetapi yang dimaksud lihat di dalam aya itu adalah penglihatan yang khusus, atau penglihatan secara menyeluruh, dan bisa menggambarkan bentuk Allah, atau bisa diserupakan dengan sesuatu. Dan menurut Sunni jika seperti itu kami juga memustahilkan, karena yang dimaksud kami adalah melihat, hanya sekedar melihat tanpa secara jelas dan menyeluruh, atau kita tidak bisa menggambarkan bahwa Allah itu memiliki tangan, dan tangannya seperti sesuatu, hal yang seperti itu adalah tidak mungkin, karena akal kita tidak akan bisa sampai kesana.

والله اعلم بالصوّاب

 
;